Puisi Bisik
Lewat telinga
kananmu, kubisiki kau rindu
menjelma terang di degup
jantungmu
dan jantungku.
Dengan bahasa
kita tersendiri
aku nyanyikan sebuah tembang
tengah hari
yang mengiringmu dari jalanan sunyi.
Mari, O, cinta
kita tandaskan, setandas-tandasnya
keraguan yang melagu di jiwa.
Bukankah
percintaan ini harus kita syukuri?
Masih perlukah
kau bergaul dengan siapa-siapa yang asing?
Lewat telinga
kirimu, kubisiki lagi kau rindu
menjelma pintu terkunci
agar takada rindu lain
di telingamu.
Bandung, 6 Mei 2014
20:50
Namamu
Ingin kucatat
namamu lagi
pada tanah yang kian merekah
pada petak menjelma retak.
Ingin kucatat
rinduku lagi
dengan tinta darah hatiku
di atas bola dadamu.
Sebab telah aku
mengerti.
Sebuah rahasia
dari nama.
Membungkusimu
sebagai ratna yang pendar,
dalam mataku.
Ingin kucatat namamu
sekali lagi
sebelum namaku tercatat
pada batu nisan.
Bandung, 6 Mei 2014
21:01
Percintaan Sunyi
Marilah kita
syukuri sebuah percintaan sunyi ini
Lalu melangkahkan
kekosongan yang tak terduga
Pada jalan hingga
lorong yang mekar
Sembari
memungut-munguti nasib
Sedang jalanan
telah menjadi pertikaian bagi keringat
Menggoreskan
sebuah sajak cinta kita
Untuk apa kita
sesali percintaan sunyi ini
Kita bersajak
bagi kejaran duka dan dusta
Sedang bayangan
kita berdekapan
Aku hanya
bersujud sendu
Memohon restu
pada Sang Satu
Tak perlu
disesali
Percintaan kita
yang sunyi
Setidaknya kita
telah tahan berjalan terseok di jalanan
Juga mendapat
timbunan tawakal
Bandung, 5 Mei 2014
22:07